Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (Rasul-Rasul). Ini (Al- Qur’an) adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
Q.s. Ali Imran [3]: 135-136
dijelaskan yaitu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang berdzikir, istigfar, dan bertaubat yakni dimaknai cerdas secara spiritual atau kecerdasan beribadah. Allah memerintahkan orang yang telah berbuat kesalahan supaya, pertama mereka ingat Allah SwT, lalu memohon ampun. Kedua, tidak meneruskan perbuatan itu, meninggalkan dengan tekad tidak mengulangi dosa, dan ketiga mereka mengetahuinya, yaitu pengetahuan kesadaran untuk tidak melakukan lagi. Ayat di atas tidak berarti, ketika kita melakukan kesalahan kemudian baru kita meminta ampun kepada Allah tetapi berdoa hendaknya dilakukan di waktu pagi dan petang sebagaimana yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an (Q.s. Al-Insan, [76]:
25, Q.s. Al-Fath, [48]: 9).
Di samping itu, manusia hendaknya tidak seperti pepatah makan kacang lupa akan kulitnya. Karena kebanyakan manusia di dunia ini, ketika melakukan kesalahan atau ditimpa musibah manusia selalu ingat kepada Allah, tetapi setelah berdoa dan dikembalikan nikmatnya, dia lupa kepada nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kembali sebagaimana diungkapkan dalam Q.s. Al-Zumar, [39]: 8
Jamaah Shalat Jum’at yang disayangi oleh Allah SwT
Kecerdasan Intelektual
Pada Q.s. Ali Imran [3]: 137 manusia diperintahkan untuk mempelajari Sunnahtullah yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan ilahi dalam masyarakat, sedangkan ayat 138 menjelaskan bahwa isyaratnya tidak lain adalah Al- Qur’an Kitab Suci yang mengungkapkan adanya hukum- hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Al-Qur’an adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Kedua ayat tersebut dipahami pada dua konsep intelegensi.
Para psikolog yang membahas intelegensi sepakat bahwa intelegensi terbagi menjadi dua macam yaitu pertama kemampuan verbal, yang tercermin dalam perilaku seperti menampilkan kosa kata yang baik, membaca dengan pemahaman yang tinggi, berpengalaman yang mendalam pada suatu bidang pengetahuan tertentu, dan menunjukkan rasa ingin tahu. Kedua, keterampilan memecahkan masalah, yang tercermin pada perilaku seperti berpikir logis dan jernih, mampu menerapkan pengetahuan dalam menghadapi masalah, dan membuat keputusan yang baik.
Kecerdasan intelegensi yang pertama adalah pengetahuan yang ada di masyarakat, yaitu ketetapan atau Sunnah-Sunnah Allah di masa lalu, masa sekarang, atau masa depan. Sesuatu yang terjadi di bumi seharusnya dipelajari dan diperhatikan.
"Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu Sunnah-Sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (Rasul-Rasul)."
Dan kecerdasan intelegensi kedua terkandung dalam Q.s. Ali Imran [3]: 138
"Ini (Al-Qur’an) adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
Dalam Q.s. Ali Imran [3]: 137, manusia diperintahkan untuk memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi sekeliling kita, lalu perhatikan apa yang terjadi akibat dari orang- orang yang tidak taat pada Sunnah- Sunnah atau ketetapan Allah dan memahami akibat orang yang telah mendustakan Rasulullah saw.
Ini menunjukkan bahwa orang yang cerdas memahami ayat Al- Qur’an adalah orang yang mampu menafsirkan Al-Qur’an secara komprehensif. Yaitu menafsirkan Al- Qur’an tidak sepotong-potong, perlu pengetahuan ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu-ilmu Hadits, fiqih, sain dan teknologi, antropologi, psikologi, ekonomi, dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat membantu memahami isyarat atau pesan-pesan Allah di dalam Al-Qur’an. Sehingga agama Islam merupakan agama rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan rahmat bagi golongannya sendiri, seperti aksi terorisme, perusakan lingkungan, menyakiti diri sendiri yang dapat merusak kesehatan, atau perbuatan yang tidak sejalan dengan pandangan Islam.
Sungguh luas pandangan hidup yang diajarkan oleh Al-Qur’an.
Jamaah shalat Jum’at yang disayangi oleh Allah SwT.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita semua jamaah shalat Jum’at yang memakai pakaian yang baru atau yang lama tidak akan berarti. Jika pakaian tersebut tidak dihiasi dengan ketakwaan karena pakaian yang baik adalah takwa, Allah berfirman dalam Q.s. Al-A’raf [7]: 26
26. Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa adalah pakaian yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian dari tanda- tanda kekuasaan Allah. Mudah- mudahan mereka selalu ingat.
Seiring dengan itu, takwa sudah seharusnya ‘digendong kemana- mana’ seperti yang dijelaskan dalam beberapa Hadits. Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada, dan ikuti perbuatan jelek dengan kebaikan. Serta dijelaskan pada Hadits lain bertakwalah kepada Allah, karena hal itu adalah sekumpulan kebaikan.
KHUTBAH KE DUA DI AWALI DENGAN MUKHODIMAH
DAN DI AKHIRI DO'A
No comments:
Post a Comment