19/11/2023

Mengamalkan Ajaran Ikhlas Beramal

 SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU ๐ŸŒป



        Memurnikan Hati dalam beribadah hanya kepada Allah SWT, Bagaimana Caranya? Dalam beribadah kepada Allah SWT maupun beramal saleh dalam kehidupan di dunia, niat menjadi hal yang utama. Selain niat, keikhlasan juga diperlukan agar segala usaha yang di lakukan menjadi lebih baik. Keberadaan niat harus disertai pembebasan diri dari segala keburukan, nafsu, dan keduniaan; harus benar-benar ikhlas karena Allah. 

        Adapun Ikhlas itu sendiri artinya memurnikan tujuan ber-taqarrub kepada Allah SWT dari hal-hal yang mengotorinya. Arti lainnya: menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Ikhlas adalah syarat diterimanya amal saleh yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.  Ali Akhmadi dalam kitab Tazkiyatun Nafs menyebutkan, bahwa agama Islam merupakan agama yang bersih dari kesyirikan dan riya. Oleh karena itu, Ikhlas menjadi kunci utama dalam menjalankan segala ibadah dan ketentuan yang diperintahkan oleh Allah SWT.  Keikhlasan juga banyak dibahas dalam Alquran, seperti dalam Qs. al- An'am ayat 162,  "Katakanlah (hai Muhammad) sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam." ๐Ÿ’

        Ini menunjukkan bahwa keikhlasan dan kepasrahan yang dilakukan Rasulullah dalam menjalankan rangkaian kehidupannya. "Seluruh kehidupan ini adalah ibadah".  Dalam QS as-Syura ayat 20 juga dituliskan, "Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat."๐ŸŽ‹

            Niat dan keikhlasan serta nikmat yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya telah dituliskan dengan gamblang dalam Al-Quran. Jika ada orang yang sibuk dengan urusan kepada Allah SWT, dalam Al-Qur'an dijamin meski ia tidak meminta kenikmatan di dunia akan tetap diberikan. Namun, bagi seorang hamba yang hanya berorientasi pada dunia, ia mendapatkan dunia tanpa mendapatkan akhirat.

        Kata ikhlas memang gampang untuk diucapkan, tetapi susah untuk dilaksanakan. Terkadang sudah merasa ikhlas, tapi beberapa menit kemudian bisa jadi ada masalah sehingga niat ikhlas tadi menjadi batal. Kalau ikhlas yang dirasakan karena Allah, tidak akan ada omongan di belakang. Apa yang didapatkan seorang hamba adalah sama dengan apa yang ia ucapkan. Dalam surat Fathir ayat 10, Allah SWT ber firman, "Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur."

        Dengan demikian, Ikhlas ini memang tidak mudah, apalagi untuk Allah Swt. Adapun ciri-ciri orang yang ikhlas, dia tidak akan banyak bicara ketika melakukan suatu hal dan niatnya dari awal ditujukan habya kepada Allah. Sikapnya ini juga akan sama ketika ia mendapatkan pujian atau celaan orang lain" 

"Wahai nafsu, ikhlaskan niatmu agar terlepas dari belenggu kemalasan"

        Itulah syair orang-orang saleh dahulu ketika memanggil nafsu mereka untuk melaksanakan  Qiyamullail. Karena ikhlas adalah ruh ketaatan, inti taqarrub, kunci diterimanya amal-amal kebajikan, penyebab datangnya pertolongan dan taufik dari Tuhan semesta alam. Oleh karena itu, pertolongan Allah kepada hamba-Nya yang beriman akan diberikan sesuai dengan kadar keikhlasan dan kesungguhannya dalam beribadah. 

        Allah menyuruh kita untuk mengikhlaskan niat ibadah kita hanya karena-Nya. Allah berfirman,


ูˆَู…َุง ุฃُู…ِุฑُูˆุง ุฅِู„َّุง ู„ِูŠَุนْุจُุฏُูˆุง ุงู„ู„َّู€ู‡َ ู…ُุฎْู„ِุตِูŠู†َ ู„َู‡ُ ุงู„ุฏِّูŠู†َ ุญُู†َูَุงุกَ ...


Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan segala ibadah hanya untuk-Nya (Ikhlas), dalam (menjalankan) agama yang lurus, ... (QS. Al-bayyinah : 5)


            Nabi saw.  memperingatkan umatnya agar beribadah murni karena Allah, bukan karena dunia, syahwat cinta pujian, dan cinta popularitas (riya’, ‘ujub dan sum’ah). Abu Hurairah r.a. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda, :


ู…َู†ْ ุชَุนَู„َّู…َ ุนِู„ْู…ًุง ู…ِู…َّุง ูŠُุจْุชَุบَู‰ ุจِู‡ِ ูˆَุฌْู‡ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ู„ุงَ ูŠَุชَุนَู„َّู…ُู‡ُ ุฅِู„ุงَّ ู„ِูŠُุตِูŠุจَ ุจِู‡ِ ุนَุฑَุถًุง ู…ِู†َ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ู„َู…ْ ูŠَุฌِุฏْ ุนَุฑْูَ ุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ


Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan hanya mengharap wajah Allรขh ‘Azza Wa Jalla, namun ternyata ia tidak menuntut ilmu kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia, maka ia tidak akan mencium bau Surga pada hari Kiamat. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dalam Shahih Jami', 6159)

         Ibnu Qoyyim berkata: "Menurut kadar niat, kesungguhan, kehendak dan keinginan seseorang untuk beramal saleh, maka sebesar itu pula taufik dan pertolongan Allah datang kepadanya. Pertolongan Allah akan diturunkan kepada seseorang menurut kadar kesungguhan, niat, harapan dan kerendahan hati orang itu. Allah Maha Adil dalam keputusannya, dan Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu. Dia akan meletakkan taufik pada tempat-tempat yang tepat dan akan meletakkan kehinaan pada tempa-tempat yang tepat pula. Dia Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

            Ibnu al-Jauzy berkata: "Hanya dengan kejujuran anda akan selamat, hanya dengan sungguh-sungguh anda akan sukses, gunakanlah waktumu sebaik-baiknya sebelum engkau menyesal. Inilah obat yang bermanfaat yaitu melepaskan punggung dari tempat tidur untuk Qiyamullail". (Ibnu Jauzy, at-Tabshirah, 2/324).



Menjadi Orang Mulia di Sisi Allah

 SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU ๐ŸŒป



           Siapapun dari kita pasti ingin menjadi orang yang mulia, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia. Lalu siapakah yang dimaksud dengan orang mulia itu, sehingga dicintai Allah dan Rasulnya, juga orang-orang mukmin lainnya. Bukanlah orang yang sakti, orang yang kaya atau pejabat yang menyandang gelar sebagai orang kuat nan mulia. Akan tetapi, orang yang mampu mengendalikan kemarahannya, itulah orang yang paling kuat dan mulia. Begitu pesan Rasulullah Saw yang patut kita teladani. Seseorang disebut mulia jika dilimpahi rahmat dan dilindungi oleh Allah SWT. 

        Nah, agar mendapat rahmat dan perlindungan Allah, Rasulullah Saw telah bersabda, "Ada tiga hal yang apabila itu di lakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya, ditaburi rahmat-Nya, dan di masukkan ke dalam surga-Nya, yaitu Apabila diberi, ia bisa berterima kasih; apabila ia berkuasa, ia suka memaafkan; dan apabila marah, ia mampu menahan diri," (HR Hakim dan Ibnu HIbban dari Ibnu Abbas).

1. Mau Berterima kasih

        Ucapan terima kasih memang terkesan sederhana. Ucapan terima kasih menjadi indikasi bahwa kita mensyukuri pemberian seseorang. Rasulullah Saw bersabda, : 


ู…َู†ْ ุตُู†ِุนَ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ู…َุนْุฑُูˆْูٌ ูَู„ْูŠَุฌْุฒِู‡ِ، ูَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ูŠَุฌِุฏْ ู…َุง ูŠَุฌْุฒِูŠْู‡ِ ูَู„ْูŠُุซْู†ِ ุนَู„َูŠْู‡ِ، ูَุฅِู†َّู‡ُ ุฅِุฐَุง ุฃَุซْู†َู‰ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูَู‚َุฏْ ุดَูƒَุฑَู‡ُ ูˆَุฅِู†ْ ูƒَุชَู…َู‡ُ ูَู‚َุฏْ ูƒَูَุฑَู‡ُ …


       "Barang siapa diperlakukan baik (oleh orang), hendaknya ia membalasnya. Apabila dia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, hendaknya ia memujinya. Jika ia memujinya, maka ia telah berterima kasih kepadanya, namun jika menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkarinya.," (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad no. 157)

        Subhanallah, begitulah indahnya Islam. Bahkan, saat hijrah, Rasulullah Saw juga berpesan agar orang-orang Muhajirin mengucapkan terima kasih kepada kaum Anshar yang telah menolong dan membantunya. Ketika kita orang-orang Muhajirin datang kepada Nabi Saw dengan mengatakan, "Wahai Rasulullah, orang-orang Anshar telah pergi membawa seluruh pahala. Kami tidak pernah melihat suatu kaum yang paling banyak pemberiannya dan paling bagus bantuannya di saat kekurangan selain mereka. Mereka juga telah mencukupi kebutuhan kita. Nabi Menjawab, 'Bukankan kalian telah memuji dan mendoakan mereka?' Para Muhajirin menjawab, 'Iya." Nabi Bersabda, 'Itu dibalas dengan itu'," (HR Abu Dawud dan An Nasai).

2. Mau Memaafkan

        Nasihat Rasulullah Saw selanjutnya adalah mudah memaafkan. Tak sekedar memaafkan, ketika kita sedang ada peluang, misalnya saat berkuasa, lalu bersedia memaafkan, sungguh itulah akhlak yang luar biasa. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Nabi Musa As pernah bertanya kepada Allah SWT, "Ya Rabbi! Siapakah di antara hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandangan-Mu? Allah berfirman, 'Ialah orang yang apabila berhasil menguasai musuhnya dapat segera memaafkannya'," (HR Kharaithi dari Abu Hurairah).

        Bahkan, Allah SWT menjamin akan memaafkan kita jika kita bersedia memberi maaf kepada orang lain. Di dalam Alquran telah disinggung,

 

ูˆَู„َุง ูŠَุงุۡชَู„ِ ุงُูˆู„ُูˆุง ุงู„ูۡ€ูَุถูۡ„ِ ู…ِู†ูۡƒُู…ۡ ูˆَุงู„ุณَّุนَุฉِ ุงَู†ۡ ูŠُّุคุۡชُูˆุۡۤง ุงُูˆู„ِู‰ ุงู„ูۡ‚ُุฑุۡจٰู‰ ูˆَุงู„ูۡ…َุณٰูƒِูŠูۡ†َ ูˆَุงู„ูۡ…ُู‡ٰุฌِุฑِูŠูۡ†َ ูِู‰ۡ ุณَุจِูŠูۡ„ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ‌‌ۖ ูˆَู„ูۡŠَู€ุนูۡُูˆุۡง ูˆَู„ูۡŠَู€ุตูۡَุญُูˆุۡง‌ ؕ ุงَู„َุง ุชُุญِุจُّูˆูۡ†َ ุงَู†ۡ ูŠَّุบูۡِุฑَ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ู„َู€ูƒُู…ۡ‌ ؕ ูˆَุงู„ู„ّٰู‡ُ ุบَูُูˆุۡฑٌ ุฑَّุญِูŠูۡ…ٌ


22. dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An Nuur: 22)

        Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.

3. Mau Mengendalikan Marah. 

          Sifat dan teladan Rasulullah selanjutnya adalah mengendalikan marah. Diungkapkan oleh Rasulullah Saw, "Orang kuat bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi yang disebut orang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya pada saat marah," (HR Bukhari dan Muslim).

        Masya Allah, marah (ghadlab) memang fitrah dari Allah SWT kepada manusia. Setiap manusia pasti pernah merasakan rasa amarah. Namun demikian, Islam telah memerintahkan umatnya agar bisa menahan amarah. Allah SWT berfirman, ".....Dan orang-orang yang bisa menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain," (QS Ali Imran: 135).

        Ayat ini menjelaskan bahwa mengendalikan amarah adalah salah satu sifat orang-orang yang bertakwa serta berbudi pekerti luhur. Nabi Saw bersabda kepada Uqbah bin Amir Ra, "Wahai Uqbah, maukah engkau aku beritahukan budi pekerti yang paling utama ahli dunia dan akhirat, yaitu menyambung silaturahim dengan orang yang telah memutuskannya, memberi orang yang tidak pernah memberimu, dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu.

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠْ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ุฃَู†َّ ุฑَุฌُู„ًุง ู‚َุงู„َ ู„ِู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ : ุฃَูˆْุตِู†ِูŠْ ، ู‚َุงู„َ : (( ู„َุง ุชَุบْุถَุจْ )). ูَุฑَุฏَّุฏَ ู…ِุฑَุงุฑًุง ؛ ู‚َุงู„َ : (( ู„َุง ุชَุบْุถَุจْ )). ุฑَูˆَุงู‡ُ ุงู„ْุจُุฎَุงุฑِูŠُّ


"Dari Abu Hurairah ‎ra.‎‎ bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi ‎Muhammad SAW : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi saw. bersabda: “La Tagh-Dhob; Jangan marah!" (H.R. Bukhari)

        Jangan Emosi didahulukan nanti menyesal akhirnya, dan  jangan Amarah dikedepankan, nanti menyesal di belakangnya Amarah bisa menimbulkan hal-hal yg tdk diinginkan dan cenderung mengajak pada kejelekan. Amarah bisa merugikan diri sendiri dan oranglain jika pada akhirnya tidak terbukti melakukan kesalahan. Bersabarlah, karena dalam bersabar ada kebaikan dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.



28/10/2023

Mengapa Kita Mencintai Allah Swt.


 ๐ŸŒปSPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU (27 OKT) 2023๐ŸŒป


Apa itu cinta? Istilah cinta mungkin sudah sering didengar bahkan pernah dirasakan oleh setiap orang dalam berbagai bentuk. Makna cinta berdasarkan hierarki emosi dan perasaan disebut memiliki kedudukan di atas rasa sayang. Sebab, prosesnya seperti investasi yaitu dipupuk dari rasa suka kemudian berkembang menjadi rasa cinta. Rasa cinta ini mencakup berbagai keadaan emosional atau perasaan, yang ditandai dengan keintiman, gairah, komitmen, kedekatan, daya tarik, kasih sayang, dan kepercayaan. Karenanya, definisi cinta yang ditawarkan Al-Ghazali adalah:


   ุงู„ุญُุจُّ ุนِุจุงุฑَุฉٌ ุนَู†ْ ู…َูŠْู„ِ ุงู„ุทَّุจْุนِ ุฅِู„ู‰َ ุงู„ุดَّูŠْุกِ ุงู„ู…ُู„َุฐِّ 


Artinya, “Cinta adalah ungkapan dari ketertarikan watak terhadap sesuatu yang dianggap lezat.” (Al-Ghazali, Ihyรข’ Ulรปmiddรฎn, juz IV, halaman 296).


Dengan cinta orang akan lebih semangat dan ikhlas untuk melakukan setiap sesuatu yang disenangi oleh yang dicinta. Dengan cinta pula, ia tidak lagi bertanya mengapa dan bagaimana, karena semuanya dilakukan atas dasar cinta yang sudah melebihi segalanya. Karenanya, seharusnya cinta diberikan pada pihak yang memang berhak mendapatkan cinta dan layak untuk dicinta. Siapakah dia? Menurut Imam Al-Ghazali, tidak ada yang berhak untuk dicinta kecuali hanya Allah Ta’ala. Jika ada seorang hamba meletakkan cintanya kepada selain Allah, itu menunjukkan bahwa cintanya muncul karena kebodohan dan sempitnya pengetahuan terhadap Allah. Jika ia benar-benar mengetahui sifat-sifat Allah, tentu ia tidak akan memperdulikan manusia dan fokus mencintai Allah Dzat Yang Mahakuasa.


Dia-lah Yang Maha Suci untuk diibadahi dengan rasa takut (khauf), berharap (raja’) dan cinta (mahabbah). Tiga rasa ini tidak boleh ada yang hilang salah satunya, ketiganya harus komplet ada pada diri si penghamba. Mencintai Allah subhanahu wa ta’ala yang selanjutnya kita sebut dengan mahabbatullah, bagaimanakah hakikatnya? Apakah diri kita sudah mencintai-Nya dengan semestinya ? Ataukah diri kita malah tenggelam dalam mengejar cinta makhluk atau kalbu kita disesaki dengan mabuk cinta kepada makhluk sehingga tidak tersisa lagi tempat untuk-Nya?


Jujur harus kita akui, kebanyakan dari umur kita telah kita lalui dengan pembicaraan tentang cinta kepada makhluk dan ambisi untuk beroleh cinta makhluk. Ketika cinta kita kepada si makhluk bertepuk sebelah tangan, gayung tiada bersambut, patahlah hati kita, serasa sesak dada kita. Demikianlah cinta dan mencinta makhluk, kita bisa “sakit” karenanya.


Adapun cinta yang selama ini sering kita abaikan dan terluputkan dari pikiran kita, padahal Dia merupakan cinta teragung, sungguh tiada membekaskan sakit yang melukai kalbu. Itulah cinta kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak akan patah arang seorang hamba yang mencintai-Nya ketika mengejar cinta-Nya. Karena siapa yang jujur dalam cintanya, Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan membalas cintanya. Sebuah cinta yang berbuah kemanisan, kelapangan, dan kebahagiaan di dunia dan terlebih lagi di akhirat kelak.


Mahabatullah adalah sebuah kelaziman bagi yang mengaku beriman kepada-Nya, baik dia lelaki maupun perempuan. Bahkan cinta ini termasuk syarat Laa ilaaha illlallah dan merupakan asas atau landasan dalam beramal. (ad-Da’u wa ad-Dawa’, Ibnul Qayyim, hlm. 303) 


Yang namanya cinta dan mencintai-Nya bukanlah sekadar pengakuan lisan atau ucapan di bibir saja, namun harus sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam tanzil-Nya, *"Katakanlah (ya Muhammad), “Jika benar-benar kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian….”* (Ali Imran: 31)


Kata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim pemutus (yang memberikan penghukuman) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, sementara orang itu tidak di atas thariqah muhammadiyah (yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Orang itu dusta dalam pengakuan cintanya sampai dia mau mengikuti syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tunduk pada ajaran nabawiyah dalam seluruh ucapan, perbuatan dan keadaannya, sebagaimana berita yang datang dalam kitab Shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,


ู…َู†ْ ุนَู…ِู„َ ุนَู…َู„ุงً ู„َูŠْุณَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฃَู…ْุฑُู†َุง ูَู‡ُูˆَ ุฑَุฏٌّ

“Siapa yang mengamalkan suatu amalan tidak di atas perintah/perkara kami maka amalan itu tertolak.”


Dengan mencintai-Nya, yang dibuktikan dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kita akan mendapatkan lebih daripada apa yang kita upayakan yaitu kita akan mendapatkan cinta-Nya, dan ini lebih agung daripada yang pertama (cinta kita kepada-Nya), sebagaimana kata sebagian ulama ahli hikmah,


ู„َูŠْุณَ ุงู„ุดَّุฃْู†ُ ุฃَู†ْ ุชُุญِุจَّ، ุฅِู†َّู…َุง ุงู„ุดَّุฃْู†ُ ุฃَู†ْ ุชُุญَุจَّ


“Tidaklah penting bagaimana kamu mencinta, yang penting hanyalah bagaimana kamu dicinta.”


Al-Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Ada orang-orang yang mengaku mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala uji mereka dengan ayat ini (ayat 31 dari surat Ali Imran). “ Karena itulah, ayat ini dinamakan ayat mihnah/ujian, kata al-Hafizh Ibnul Qayyim rahimahullah. (Tafsir Ibni Katsir, 2/24—25)


Bila Allah subhanahu wa ta’ala mencintai kita maka itu merupakan bukti cinta kita jujur kepada-Nya. Adapun bukti cinta kita kepada-Nya adalah dengan ittiba’ (mengikuti) kepada sang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan ittiba’ tersebut, kita akan beroleh buahnya yaitu cintanya Dzat yang mengutus sang Rasul. Bila kita tidak mau ittiba’ kepada sang Rasul, lalu kita mengaku cinta kepada-Nya maka cinta kita ini tidaklah benar sehingga Dia pun tidak mencintai kita. (Madarij as-Salikin, 3/20)


Ada sepuluh sebab seorang hamba akan beroleh cintanya Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana disebutkan al-Hafizh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah,


1. Membaca al-Qur’an dengan tadabbur, memahami maknanya dan apa yang diinginkan dengannya.


2. Mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan amalan nawafil setelah mengerjakan yang fardhu, karena ini akan mengantarkan kepada derajat dicintai setelah mencintai.


3. Terus-menerus mengingat-Nya dalam seluruh keadaan dengan lisan, kalbu, dan amalan. Bagian yang diperoleh seorang hamba dari cinta-Nya sesuai dengan bagiannya dalam mengingat Dzat yang dicinta.


4. Mengutamakan apa yang dicintai-Nya daripada apa yang kita cintai tatkala hawa nafsu sedang bergejolak.


5. Kalbu berusaha mempersaksikan dan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta berbolak-balik dalam taman pengetahuan ini. Siapa yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya, dia pasti akan mencintai Allah subhanahu wa ta’ala.


6. Menyaksikan dan mengakui kebaikan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang zahir maupun batin.


7. Hancur luluhnya kalbu secara total di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, merasa tidak berdaya sama sekali di hadapan-Nya. Tiada tersisa kesombongan sedikit pun karena menyadari diri ini tidak ada apa-apanya sama sekali di hadapan kebesaran dan kekuasaan Sang Khaliq.


8. Bersepi-sepi (khalwat) dengan-Nya di waktu turun-Nya untuk bermunajat kepada-Nya dan membaca kalam-Nya, kemudian menutupnya dengan istighfar dan tobat.


9. Duduk-duduk (bermajelis) dengan para pecinta-Nya, orang-orang yang jujur dalam keimanan mereka, dan memetik buah yang indah dari ucapan mereka sebagaimana buah yang bagus dipilih dari yang selainnya.


10. Menjauhi segala sebab yang dapat memisahkan kalbu dengan Allah subhanahu wa ta’ala. (Madarijus Salikin, 3/18)


Mari kita jujur dalam mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya, dan janganlah terlena dengan sibuk mencinta dan mencari cinta makhluk, namun mengabaikan untuk mencintai-Nya dan beroleh cinta-Nya.

Sungguh, siapa yang mencintai-Nya dengan jujur, Dia pun akan mencintai si hamba dan menjadikan penduduk langit dan bumi mencintai si hamba, sebagaimana dalam hadits,


ุฅِู†َّ ุงู„ู„ู‡َ ุฅِุฐَุง ุฃَุญَุจَّ ุนَุจْุฏًุง ุฏَุนَุง ุฌِุจْุฑِูŠู„َ ูَู‚َุงู„َ: ูŠَุง ุฌِุจْุฑِูŠْู„ُ، ุฅِู†ِّูŠ ุฃُุญِุจُّ ูُู„ุงَู†ًุง ูَุฃَุญِุจَّู‡ُ. ู‚َุงู„َ: ูَูŠُุญِุจُّู‡ُ ุฌِุจْุฑِูŠْู„ُ. ู‚َุงู„َ: ุซُู…َّ ูŠُู†َุงุฏِูŠ ูِูŠ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ْุณَّู…َุงุกِ: ุฅِู†َّ ุงู„ู„ู‡َ ูŠُุญِุจُّ ูُู„ุงَู†ًุง ูَุฃَุญِุจُّูˆْู‡ُ. ู‚َุงู„َ: ูَูŠُุญِุจُّู‡ُ ุฃَู‡ْู„ُ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ. ุซُู…َّ ูŠُูˆْุถَุนُ ู„َู‡ُ ุงู„ْู‚َุจُูˆْู„ُ ูِูŠ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ…


Sungguh, apabila Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba, Allah memanggil Jibril, lalu berkata, “Wahai Jibril, sungguh, Aku mencintai Fulan maka cintailah dia.” Jibril pun mencintai si Fulan. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit, “Sungguh, Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.” Penduduk langit pun mencintainya. Kemudian diletakkanlah penerimaan (rasa cinta) penghuni bumi kepada si Fulan. (HR. al-Bukhari dan Muslim)๐Ÿ™



14/10/2023

Menghadirkan Sikap Muraqabah


  

SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU(14.OKT) 2023๐ŸŒป


        Akhir-akhir ini kita disuguhi berita perilaku manusia yang menyimpang dari ajaran agama yang mengajarkan kebaikan hidup. Perilaku itu antara lain penyelewengan kekuasaan dan jabatan seperti perbuatan kolusi, manipulasi, korupsi, dan maksiat lainnya. Mengapa perilaku itu bisa muncul dalam diri manusia ? Apa yang menjadi pemicunya. Semua itu terjadi karena manusia kurang mumpuni dalam melakukan pengawasan yang melekat pada dirinya, yaitu tidak adanya muraqabah.

        Apa itu muraqabah ? Secara bahasa, muroqabah mempunyai arti menjaga, mengawal, menanti, mengamati dan mengawasi. Secara istilah, Muroqabah adalah kesadaran diri seseorang yang berkeyakinan bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah Swt. Dengan demikian, Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. 

            Kesadaran itu lahir dari keimanannya bahwa Allah dengan sifat ‘ilmu, bashar, dan sama’ (mengetahui, melihat dan mendengar)-Nya, mengetahui apa saja yang dia lakukan kapan saja dan di mana saja. Semua dalam pengawasan-Nya. Menurut Rasulullah Saw. muroqabah yang paling tinggi adalah kamu beribadah seolah-olah kamu  melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat kamu. Inilah yang dinamakan sikap Ihsan. 

            Makna muraqabah adalah terpatrinya perasaan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebesaran-Nya di kala sepi ataupun ramai. Kuatnya kebersamaan dengan Allah SWT dapat menumbuhkan sikap yang selalu berhati-hati dalam berbuat, artinya akan senantiasa disesuaikan dengan aturan syariat. Jika keberadaan seperti ini berjalan secara istimrariyah (berkesinambungan) maka sudah dapat dipastikan kelak akan lahir pribadi-pribadi yang hanif. Yakni munculnya kesadaran akan pengawasan Allah, akan mendorong seorang muslim untuk melakukan muhasabah, yaitu perhitungan, evaluasi terhadap amal perbuatan, tingkah laku dan sikap hatinya sendiri. Menurut Raid Abdul hadi dalam bukunya mamarat al-Haq, bahwa muhasabah dapat dilakukan sebelum dan sesudah amal perbuatan dikerjakan.

Adapun manfaatnya  muhasabah adalah :

1. Untuk mengetahui kelemahan diri supaya dia dapat memperbaikinya dan juga untuk mengetahui hak Allah Swt. serta untuk mengurangi beban hisab di akherat. 

            Sikap muraqabah digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika beliau menjelaskan kata ihsan: "Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, dan jika memang kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu." Sikap seperti ini di jaman modern sangat dibutuhkan sebagai pengendali udara materialistis yang dapat merusak sendi-sendi keimanan seseorang. Pengendalian melalui muraqabah lebih jauh akan mampu menciptakan tatanan masyarakat yang aman tentram (betul-betul terkendali).

        Pelaksanaan muraqabah dapat dimulai ketika akan melakukan suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaknya setiap orang mengoreksinya, apakah telah sesuai dengan aturannya atau sebaliknya. Sehingga ketika sampai pada suatu waktu tertentu akan terlihat, lebih-lebih saat bertemu dengan kegagalan. Mengapa terjadinya suatu kegagalan, padahal menurut perasaan melakukannya secara maksimal. Inti muraqabah tercermin melalui firman Allah SWT :


ุงู„َّุฐِูŠْ ูŠَุฑٰู‰ูƒَ ุญِูŠْู†َ ุชَู‚ُูˆْู…ُ - ูขูกูจูˆَุชَู‚َู„ُّุจَูƒَ ูِู‰ ุงู„ุณّٰุฌِุฏِูŠْู†َ - ูขูกูฉุงِู†َّู‡ٗ ู‡ُูˆَ ุงู„ุณَّู…ِูŠْุนُ ุงู„ْุนَู„ِูŠْู…ُ – ูขูขู 


"Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud.  Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS.26:218-219).

            Sesungguhnya manusia sejatinya selalu berhasrat dan condong kepada kebaikan serta menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya. Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya. 

            Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, bahwa  “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari. 

            Muraqabah yang demikian dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang menjadi baik sehingga ia menjadi manusia yang jujur. Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan di manapun engkau berada. Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri. Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin. 


ูˆَุฃَู†ْ ู„َูŠْุณَ ู„ِู„ْุฅِู†ْุณَุงู†ِ ุฅِู„َّุง ู…َุง ุณَุนَู‰ٰ ﴿ ูฃูฉ﴾ ูˆَุฃَู†َّ ุณَุนْูŠَู‡ُ ุณَูˆْูَ ูŠُุฑَู‰ٰ ﴿ ูคู ﴾ ุซُู…َّ ูŠُุฌْุฒَุงู‡ُ ุงู„ْุฌَุฒَุงุกَ ุงู„ْุฃَูˆْูَู‰ٰ ﴿ ูคูก﴾ ูˆَุฃَู†َّ ุฅِู„َู‰ٰ ุฑَุจِّูƒَ ุงู„ْู…ُู†ْุชَู‡َู‰ٰ ﴿ ูคูข﴾ ูˆَุฃَู†َّู‡ُ ู‡ُูˆَ ุฃَุถْุญَูƒَ ูˆَุฃَุจْูƒَู‰ٰ ﴿ ูคูฃ﴾  ูˆَุฃَู†َّู‡ُ ู‡ُูˆَ ุฃَู…َุงุชَ ูˆَุฃَุญْูŠَุง ﴿ ูคูค﴾


 “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya DIA yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya DIA yang mematikan dan yang menghidupkan.” (QS. An-Najm: 39-44)

                Seharusnya kita malu kepada Allah Swt. dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah menjadi pegangan dalam keseharian kita. Jangan kita turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan sekali-kali kita berbuat riya' dan nifaq. Tindakan itu adalah batil. Kalau kita berbuat demikian maka kita akan disiksa. Kita berdusta padahal Allah Swt. mengetahui apa yang kita rahasiakan. Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang tersembunyi dan yang terang-terangan, semuanya sama. Oleh karena itu, "Bertaubatlah kamu kepada-Nya dan dekatkanlah diri kepada-Nya (bertaqarrub) dengan melaksanakan suluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

05/10/2023

Dosa itu Membuat Hati Berkarat



 

SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU  BERKEMAJUAN๐ŸŒป


            Al-Qur’an dalam berbagai suratnya sering membicarakan efek negatif dari perbuatan dosa terhadap hati manusia. Bagaimana dosa-dosa itu dapat mengotori dan menggelapkan hati. Berbagai ayat menyebutkan bagaimana dosa mampu membuat hati menjadi buta dan terkunci dari cahaya kebenaran. Seperti dalam firman-Nya,

ุฎَุชَู…َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َู‰ ู‚ُู„ُูˆุจِู‡ِู…ْ ูˆَุนَู„َู‰ ุณَู…ْุนِู‡ِู…ْ ูˆَุนَู„َู‰ ุฃَุจْุตَุงุฑِู‡ِู…ْ ุบِุดَุงูˆَุฉٌ ูˆَู„َู‡ُู…ْ ุนَุฐَุงุจٌ ุนَุธِูŠู…


“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Qs. Al-Baqarah:7)

Dan dalam ayat lain Allah berfirman,

ูَุฅِู†َّู‡َุง ู„َุง ุชَุนْู…َู‰ ุงู„ْุฃَุจْุตَุงุฑُ ูˆَู„َٰูƒِู†ْ ุชَุนْู…َู‰ ุงู„ْู‚ُู„ُูˆุจُ ุงู„َّุชِูŠ ูِูŠ ุงู„ุตُّุฏُูˆุฑِ


“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Qs. Al-Hajj:46)

            Efek terburuk dari seringnya mengulangi dosa adalah gelapnya hati, hilangnya cahaya ilmu dan matinya kemampuan manusia untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Dosa yang dikerjakan oleh anggota tubuh secara otomatis mengalir ke hati dan membuatnya gelap dan membusuk. Dan efek yang paling mengerikan adalah ketika seseorang tak mampu lagi mengenali jalan yang harus ia tempuh. Sehingga ia terjerumus dalam kesesatan dan kemerosotan. Pada akhirnya dia membuang kunci kebahagiaannya dengan tangannya sendiri. Dan tidak menemukan apapun kecuali penyesalan dan kerugian. Rasulullah SAW bersabda,


ูƒَุซْุฑَุฉُ ุงู„ุฐُّู†ُูˆْุจِ ู…ُูْุณِุฏَุฉٌ ู„ِู„ْู‚َู„ْุจِ

“Banyaknya dosa akan merusak hati.”

            Dalam Hadist yang lain, beliau bersabda : “Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan sebuah dosa, maka hatinya ternodai dengan satu noda hitam. Jika dia bertaubat dan beristighfar maka hatinya kembali seperti baru. Dan jika ia mengulang dosa maka noda itu bertambah hingga hatinya penuh. Itulah (roin) yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

ูƒَู„َّุง ۖ ุจَู„ْ ۜ ุฑَุงู†َ ุนَู„َู‰ٰ ู‚ُู„ُูˆุจِู‡ِู…ْ ู…َุง ูƒَุงู†ُูˆุง ูŠَูƒْุณِุจُูˆู†َ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Qs. Al-Muthaffifin:14) 


            Dari sini dapat kita simpulkan bahwa perbuatan manusia sangat mempengaruhi kondisi Ruhani dan kejiwaan mereka. Secara bertahap dosa-dosa itu juga akan mempengaruhi cara berpikir manusia. Yang paling ditakutkan adalah dosa yang dilakukan terus menerus membuat hati manusia semakin gelap dan gelap. Hingga suatu saat dia akan melihat keburukannya sebagai kebaikan. Dan ini adalah kondisi terburuk sehingga sangat sulit baginya untuk kembali. Bagaimana ia akan kembali sementara ia menganggap keburukannya sebagai kebaikan ? Hanya Kuasa Allah-lah yang mampu menyadarkan dan mengembalikan mereka. Semoga Allah menjaga hati kita dari kotoran dosa dan gelapnya maksiat.⁠⁠⁠⁠



03/10/2023

Menanti Syafaat Rasulullah SAW


SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU (Selasa 3.10.) 2023๐ŸŒป


            Hari kiamat adalah akhir dari segala sesuatunya. Peristiwa maha dahsyat ini akan meluluh-lantakkan tak hanya bumi, namun juga semesta. Semuanya akan musnah kecuali Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Rahman,: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan,” (Ar-Rahman:26-27) 

            Setelah peristiwa maha dahsyat itu terjadi, seluruh manusia pun dibangkitkan di Padang Mahsyar. Di sinilah semua amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan. Di sinilah penentuan. Apakah nanti kita akan masuk surga atau neraka. Ketika itu kondisi di Padang Mahsyar sangatlah kacau balau. Saking takutnya, mereka bahkan tak peduli dengan anak, istri, orangtua, yang dipikirkan hanya keselamatan diri sendiri. Jadi, meskipun ada anak kandungnya disampingnya diseret oleh malaikat pun, ia tak akan peduli. Apalagi kala itu matahari berada diatas kepala manusia dan hanya berjarak 1 mil saja. Kondisinya sudah pasti sangat panas. Beruntungnya, kita akan mendapatkan syafaat oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang akan mengantarkan kita ke surga. ๐Ÿ’

             Penantian Rasululullah ini pun juga diceritakan bahwa Rasulullah akan menanti kita untuk memberi pertolongan di Padang Mahsyar, tepatnya di Telaga Kautsar. Barulah setelah itu menuju ke Mizan lalu ke Shirath. Nabi Muhammad Saw akan menemui umatnya di Telaga Kautsar.  Apa itu Al-Kautsar? Al-Kautsar bisa diartikan sebagai kebaikan yang banyak. Bisa pula nama sungai di surga atau nama telaga Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rincian pengertian Al-Kautsar disebutkan dalam Zaad Al-Masiir, 9: 247-249. 

                Telaga Kautsar adalah telaga yang begitu besar di mana airnya berasal dari sungai Al-Kautsar yang ada di surga. Telaga inilah yang nantinya akan didatangi oleh seluruh umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Hal ini telah disampaikan oleh Beliau dari hadis yang diriwayatkan oleh Anas. Ketika Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sedang tidur beliau kemudian tersenyum sambil mengangkat kepala. Kemudian Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” “Baru saja turun kepadaku suatu surah”, jawab Beliau. Kemudian Beliau  membaca Surat Al-Kautsar ayat 1-3. 


ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ.  ุฅِู†َّุง ุฃَุนْุทَูŠْู†َุงูƒَ ุงู„ْูƒَูˆْุซَุฑَ. ูَุตَู„ِّ ู„ِุฑَุจِّูƒَ ูˆَุงู†ْุญَุฑْ.  ุฅِู†َّ ุดَุงู†ِุฆَูƒَ ู‡ُูˆَ ุงู„ุฃَุจْุชَุฑُ


1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. 2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. 3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.


ู‡َู„ْ ุชَุฏْุฑُูˆْู†َ ู…َุง ุงู„ْูƒَูˆْุซَุฑُ ؟ ู‚ُู„ْู†َุง ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ ุฃَุนْู„َู…ُ . ู‚َุงู„َ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู†َู‡ْุฑٌ ูˆَุนَุฏَู†ِูŠู‡ِ ุฑَุจِّู‰ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฎَูŠْุฑٌ ูƒَุซِูŠุฑٌ ู‡ُูˆَ ุญَูˆْุถٌ ุชَุฑِุฏُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฃُู…َّุชِู‰ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ุขู†ِูŠَุชُู‡ُ ุนَุฏَุฏُ ุงู„ู†ُّุฌُูˆู…ِ ูَูŠُุฎْุชَู„َุฌُ ุงู„ْุนَุจْุฏُ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูَุฃَู‚ُูˆู„ُ ุฑَุจِّ ุฅِู†َّู‡ُ ู…ِู†ْ ุฃُู…َّุชِู‰. ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ู…َุง ุชَุฏْุฑِู‰ ู…َุง ุฃَุญْุฏَุซَุชْ ุจَุนْุฏَูƒَ


            Kemudian beliau berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, jawab kami. Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebagian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut.  Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah amalan baru sesudahmu.” (HR. Muslim, no. 400).


ุนَู†ْ ุฃَุจِู‰ ุฐَุฑٍّ ู‚َุงู„َ ู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ู…َุง ุขู†ِูŠَุฉُ ุงู„ْุญَูˆْุถِ ู‚َุงู„َ « ูˆَุงู„َّุฐِู‰ ู†َูْุณُ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ู„ุขู†ِูŠَุชُู‡ُ ุฃَูƒْุซَุฑُ ู…ِู†ْ ุนَุฏَุฏِ ู†ُุฌُูˆู…ِ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ูˆَูƒَูˆَุงูƒِุจِู‡َุง ุฃَู„ุงَ ูِู‰ ุงู„ู„َّูŠْู„َุฉِ ุงู„ْู…ُุธْู„ِู…َุฉِ ุงู„ْู…ُุตْุญِูŠَุฉِ ุขู†ِูŠَุฉُ ุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ู…َู†ْ ุดَุฑِุจَ ู…ِู†ْู‡َุง ู„َู…ْ ูŠَุธْู…َุฃْ ุขุฎِุฑَ ู…َุง ุนَู„َูŠْู‡ِ ูŠَุดْุฎُุจُ ูِูŠู‡ِ ู…ِูŠุฒَุงุจَุงู†ِ ู…ِู†َ ุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ู…َู†ْ ุดَุฑِุจَ ู…ِู†ْู‡ُ ู„َู…ْ ูŠَุธْู…َุฃْ ุนَุฑْุถُู‡ُ ู…ِุซْู„ُ ุทُูˆู„ِู‡ِ ู…َุง ุจَูŠْู†َ ุนَู…َّุงู†َ ุฅِู„َู‰ ุฃَูŠْู„َุฉَ ู…َุงุคُู‡ُ ุฃَุดَุฏُّ ุจَูŠَุงุถًุง ู…ِู†َ ุงู„ู„َّุจَู†ِ ูˆَุฃَุญْู„َู‰ ู…ِู†َ ุงู„ْุนَุณَู„ِ 


            Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dzar pun kemudian disebutkan, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan bejana yang ada di al-haudh (telaga Al-Kautsar)?”, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, _“Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya. Wadah untuk minum yang ada di telaga Al-Kautsar banyaknya seperti jumlah bintang dan benda yang ada di langit pada malam yang gelap gulita. Itulah gelas-gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus selamanya. Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari pada manisnya madu.” (HR. Muslim, no. 2300) 

            Sungguh rugi jika selama hidup di dunia telah banyak melakukan amal-amal kebaikan, tapi ketika dihadapan Allah Swt. semua tidak berguna karena sebuah kesalahan. Bisa jadi seseorang memiliki banyak amal seperi puasa, salat malam, haji, sedekah, dan amal baik lainnya. Namun semua itu ternyata tidak berguna ibarat debu yang beterbangan. Hal ini telah diinformasikan  oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang menyebutkan bagaimana seseorang bisa merugi karena ia memiliki amal yang banyak tapi semua hilang karena sebuah dosa yang ia lakukan. Beliau menyebutkan ada hadis dari Tsauban ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:


ุฃَุนْู„َู…َู†َّ ุฃَู‚ْูˆَุงู…ًุง ู…ِู†ْ ุฃُู…َّุชِูŠ ูŠَุฃْุชُูˆู†َ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ุจِุญَุณَู†َุงุชٍ ุฃَู…ْุซَุงู„ِ ุฌِุจَุงู„ِ ุชِู‡َุงู…َุฉَ ุจِูŠุถًุง ูَูŠَุฌْุนَู„ُู‡َุง ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ู‡َุจَุงุกً ู…َู†ْุซُูˆุฑًุง ู‚َุงู„َ ุซَูˆْุจَุงู†ُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตِูْู‡ُู…ْ ู„َู†َุง ุฌَู„ِّู‡ِู…ْ ู„َู†َุง ุฃَู†ْ ู„َุง ู†َูƒُูˆู†َ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูˆَู†َุญْู†ُ ู„َุง ู†َุนْู„َู…ُ ู‚َุงู„َ ุฃَู…َุง ุฅِู†َّู‡ُู…ْ ุฅِุฎْูˆَุงู†ُูƒُู…ْ ูˆَู…ِู†ْ ุฌِู„ْุฏَุชِูƒُู…ْ ูˆَูŠَุฃْุฎُุฐُูˆู†َ ู…ِู†ْ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ูƒَู…َุง ุชَุฃْุฎُุฐُูˆู†َ ูˆَู„َูƒِู†َّู‡ُู…ْ ุฃَู‚ْูˆَุงู…ٌ ุฅِุฐَุง ุฎَู„َูˆْุง ุจِู…َุญَุงุฑِู…ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู†ْุชَู‡َูƒُูˆู‡َุง

            “Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar Gunung Tihamah yang putih. Kemudian Allah menjadikannya debu yang berterbangan.” Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersendirian mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah)

            Itulah hadits yang memberi tahukan bahwa seseorang yang datang dengan amal kebaikan sebanyak Gunung Tihamah tapi semua menjadi debu (tidak berguna) karena ia bermaksiat kepada Allah ketika sendiri. Seseorang sangat mungkin menjauh dari dosa dan maksiat saat berada di hadapan dan dilihat orang lain. Akan tetapi jika ia menyendiri dan terlepas dari pandangan manusia, ia melepaskan tali kekang nafsunya lalu melakukan dosa dan melanggar apa yang diharamkan oleh Allah. Semakna dengan hadis Tsauban, Allah Swt. juga berfirman dalam surat An-Nisa ayat 108: “Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Allah Maha Meliputi apa yang mereka kerjakan.” 

            Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa saja yang dikerjakan hamba-hambaNya meskipun di malam hari dan tidak ada seorang pun yang melihatnya. Mengapa dosa ini yaitu bermaksiat ketika sendiri dapat menghapus amal kebaikan meskipun sebesar gunung sekalipun?  Sesungguhnya sikap ini menunjukkan sikap munafik. Dalam hal ini meski sifat munafiknya bukan dalam sisi iktikad (keyakinan) tapi dari sisi amalan. Ibnu Rajab di dalam kitab Jami’ul- ‘Ulum wal-Hikam berkata: “Takwa kepada Allah dalam ketersembunyian adalah tanda kesempurnaan iman. Hal ini berpengaruh besar pada pujian untuk pelakunya yang Allah ‘sematkan’ pada hati kaum mukminin.”. Maka tidak hanya merugi tapi sungguh celaka karena dosa yaitu berani bermaksiat dikala sendiri ini menjadikan amalan kebaikan yang dilakukan tidak lagi berguna. Ibnul-A’rabi di dalam kitab Syu’abul-Iman lil-Baihaqi berkata: “Orang yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal salehnya kepada manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.”

            Syaikh Muhammad Al-sMukhtar Asy-Syinqithi dalam kitab Syarh Zaad Al-Mustaqni’ berkata jika seseorang melakukan maksiat secara sembunyi-sembunyi tapi penuh penyesalan maka orang tersebut bukan termasuk merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena orang semacam ini saat mengagungkan syariat Allah ia terkalahkan oleh syahwatnya. Adapun yang bermaksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh) itulah yang membuat amalnya terhapus. Mengingat betapa meruginya orang yang berbuat demikian, maka sekuat tenaga kita harus berusaha untuk menjauhinya. Sebab Allah Maha Melihat apa yang dikerjakan hamba-hamba-Nya baik di kala ramai atau sepi.

23/09/2023

Pendaftaran Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2024/2025 PONPES MODERN AL-HIKMAH MBS CEPU

 


 ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

Bismillahirrahmanirrahim

KEPADA BAPAK / IBU YANG MAU MENDAFTAR ONLINE UNTUK PUTRA / PUTRINYA KE PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH MBS CEPU HARUS MENTRANFER DANA PENDAFTARAN SEBESAR RP. 200.000 KE NO REKENING  

BRI         ( 587-6010-13-766530 ) A/N : SLAMET SYAMSUDIMAN


FORMAT YANG WAJIB DI UNGGAH SAAT PENDAFTARAN ONLINE :

1. FOTO / BUKTI PEMBAYARAN YANG SUDAH DI TRANFER

FORMAT YANG HARUS DI BAWA KE PONPES MBS CEPU ( DI BERIKAN USAI MENDAFTAR ONLINE )  / MENYUSUL

  1. FOTO CALON SANTRI 3x4 ( 5 LEMBAR, BACKGROUD MERAH ) 
  2. FOTOCOPY IJAZAH LEGALISIR ( BAGI YANG SUDAH ADA )
  3. FOTOCOPY RAPORT SD/MI KELAS 6 SEMESTER 1 DI LEGALISIR)
  4. FOTOCOPY AKTA KELAHIRAN
  5. FOTOCOPY KK (KARTU KELUARGA)
  6. BUKTI PEMBAYARAN PENDAFTARAN ONLINE ( UNTUK DI COCOKAN )

JIKA SUDAH SIAP SILAHKAN KLIK LINK DAFTAR SEKARANG ATAU SCAN BARCODE DI BAWAH INI.

https://s.id/pendaftaransantriMBS2024-2025



JIKA ADA KENDALA SILAHKAN HUBUNGI :
CP Panitia PSB : 
 +62 888 0207 0300 
+62 895 2367 5959

22/09/2023

Perilaku Durhaka pada Orangtua

 



SPIRIT MBS CEPU ๐ŸŒป

        Durhaka dalam bahasa Arab disebut dengan al-'uquuq, berasal dari al-'aqqu yang satu akar kata dengan al-qath'u yang berarti memutus, merobek, membelah atau memotong. Adapun anak durhaka dalam Islam disebut dengan "uquuqul walidain". Yakni perbuatan atau ucapan yang bisa menyakiti hati dan memutus hubungan orang tua.

        Dalam Islam, durhaka kepada orang tua termasuk ke dalam kategori dosa besar. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata: Ada seorang Arab Badui yang datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah dosa besar itu?". Lalu Rasulullah menjawab, "Isyrak (menyekutukan Allah)". Lalu orang Badui tersebut tanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Kemudian durhaka kepada dua orang tua,". Ia bertanya lagi, "Kemudian apa?" Rasulullah menjawab, "Sumpah yang menjerumuskan". Aku bertanya, "Apa sumpah yang menjerumuskan itu?" Rasulullah kemudian menjawab, "Sumpah yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim". (Hadits Riwayat Bukhari).

        Orangtua telah melakukan banyak pengorbanan untuk membesarkan kita. Dari bayi hingga kita dewasa, betapa banyak peluh dan lelah yang mereka habiskan. Tentu hal ini tak cukup menjadi alasan kita untuk berbuat baik pada orang tua. Menjadi anak yang baik adalah kewajiban. Nah, supaya kita tidak dicap sebagai golongan anak yang durhaka, maka hindari beberapa hal di bawah ini ya.

1. Bermuka masam, cemberut dan membentak orangtua.

            Jangan suka memasang muka masam (cemberut) atau kesal kepada orangtua hanya karena tidak suka mendengar nasehatnya. Orangtua selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya dan nasehat yang mereka berikan juga untuk kebaikan diri kita sendiri. Bahkan, seorang anak dilarang untuk mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang tuanya. 

            Jangan lukai hati orangtua dengan bentakan kita seberapa pun kekesalan kita pada orangtua karena sesuatu hal, namun jangan pernah meninggikan suara kita di atas suara mereka. Sedikit saja teriakan kemarahan dan bentakan kita mampu membuat hatinya sangat  hancur dan sudah dipastikan Allah pasti akan memurkai kita. Jangankan bentakan, suara mendesis seperti "cis" atau pun "ah" itu  sudah termasuk bentuk kedurhakaan. Larangan berkata 'ah' ini terdapat dalam QS. Al Isra ayat 23 sebagai berikut


۞ ูˆَู‚َุถَู‰ٰ ุฑَุจُّูƒَ ุฃَู„َّุง ุชَุนْุจُุฏُูˆุٓง۟ ุฅِู„َّุข ุฅِูŠَّุงู‡ُ ูˆَุจِูฑู„ْูˆَٰู„ِุฏَูŠْู†ِ ุฅِุญْุณَٰู†ًุง ۚ ุฅِู…َّุง ูŠَุจْู„ُุบَู†َّ ุนِู†ุฏَูƒَ ูฑู„ْูƒِุจَุฑَ ุฃَุญَุฏُู‡ُู…َุข ุฃَูˆْ ูƒِู„َุงู‡ُู…َุง ูَู„َุง ุชَู‚ُู„ ู„َّู‡ُู…َุข ุฃُูٍّ ูˆَู„َุง ุชَู†ْู‡َุฑْู‡ُู…َุง ูˆَู‚ُู„ ู„َّู‡ُู…َุง ู‚َูˆْู„ًุง ูƒَุฑِูŠู…ًุง


Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". 

Menurut Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas,

ูู„ุง ุชุคูู ู…ู† ุดูŠุก ุชุฑุงู‡ ู…ู† ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุฃูˆ ู…ู†ู‡ู…ุง ู…ู…ุง ูŠุชุฃุฐّู‰ ุจู‡ ุงู„ู†ุงุณ، ูˆู„ูƒู† ุงุตุจุฑ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ู…ู†ู‡ู…ุง، ูˆุงุญุชุณุจ ููŠ ุงู„ุฃุฌุฑ ุตุจุฑูƒ ุนู„ูŠู‡ ู…ู†ู‡ู…ุง، ูƒู…ุง ุตุจุฑุง ุนู„ูŠูƒ ููŠ ุตุบุฑูƒ

“Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi, bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.” (Tafsir Ath-Thabari, 15:82)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata,


ู‡َุฐَุง ุฃَุฏْู†َู‰ ู…َุฑَุงุชِุจِ ุงู„ุฃَุฐَู‰ ู†ُุจِّู‡َ ุจِู‡ِ ุนَู„َู‰ ู…َุง ุณِูˆَุงู‡ُ ูˆَุงู„ู…ุนْู†َู‰ ูˆَู„ุงَ ุชُุคَุฐِّู‡ِู…َุง ุฃَุฏْู†َู‰ ุฃَุฐِูŠَّุฉٍ

“Ini adalah bentuk menyakiti orang tua yang paling ringan, hal ini diingatkan dari bentuk menyakiti lainnya. Maknanya adalah jangan sakiti keduanya walaupun itu dianggap ringan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 479)

            Jadi kalau kita simpulkan, berkata 'ah' atau 'uff' merupakan bentuk perbuatan menyakiti perasaan orang tua termasuk durhaka (‘uquq walidain). 

                Imam Nawawi dalam Al-Minhaj Shahih Muslim (2:78) berkata, ”‘Uququl walidain atau durhaka kepada orang tua adalah:

ู…َุงูŠَุชَุฃَุฐَّู‰ ุจِู‡ِ ุงู„ูˆَุงู„ِุฏَ

“Segala bentuk menyakiti orang tua.”


2. Mencela dan mengumpat Terang-terangan 

             Mencela dan mengumpat orangtua juga termasuk perilaku durhaka, maka jangan sesekali membuat hati mereka sedih karena bila mereka sudah tidak ridho dengan kita sudah pasti Allah juga tidak akan meridhoi kita. Bayangkan bagaimana perasaan mereka, selama ini mereka telah berjasa di dalam hidup kita dan bersusah payah demi kita anak-anaknya,  sementara dengan mudahnya kita berlaku buruk pada mereka. 


ูˆَุนَู†ْ ุนَุจْุฏِ ุงَู„ู„َّู‡ِ ุจْู†ِ ุนَู…ْุฑِูˆ ุจْู†ِ ุงู„ْุนَุงุตِ -ุฑَุถِูŠَ ุงَู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُู…َุง- ุฃَู†َّ ุฑَุณُูˆู„َ ุงَู„ู„َّู‡ِ – ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… – ู‚َุงู„َ: – ู…ِู†ْ ุงَู„ْูƒَุจَุงุฆِุฑِ ุดَุชْู…ُ ุงَู„ุฑَّุฌُู„ِ ูˆَุงู„ِุฏَูŠْู‡ِ. ู‚ِูŠู„َ: ูˆَู‡َู„ْ ูŠَุณُุจُّ ุงَู„ุฑَّุฌُู„ُ ูˆَุงู„ِุฏَูŠْู‡ِ? ู‚َุงู„َ: ู†َุนَู…ْ. ูŠَุณُุจُّ ุฃَุจَุง ุงَู„ุฑَّุฌُู„ِ, ูَูŠَุณُุจُّ ุฃَุจَุงู‡ُ, ูˆَูŠَุณُุจُّ ุฃُู…َّู‡ُ, ูَูŠَุณُุจُّ ุฃُู…َّู‡ُ – ู…ُุชَّูَู‚ٌ ุนَู„َูŠْู‡ِ

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya, “Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri?” Beliau bersabda, “Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5973 dan Muslim, no. 90]

            Isi kandungan hadits itu adalah Hak orang tua harus benar-benar diperhatikan oleh kita sebagai anaknya.

            Kita sebagai anak tidak boleh menjadi sebab orang tua kita dicela orang lain. Ini termasuk dosa besar. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum sangat berbakti dan berakhlak mulia di hadapan orang tuanya karena itu mereka sampai bertanya “Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri ?” Ini bisa menjadi contoh buat kita.

            Hadits ini jadi dalil mengenai saddudz dzaraa-i’ (menutup pintu pada keharaman yang lebih parah), yaitu siapa yang akan mengarah kepada keharaman, maka hendaknya ia dicegah untuk melakukannya walaupun ia tidak memaksudkan melakukan yang haram tersebut. Di sini, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memulai mencela bapak orang lain, agar bapaknya tidak dibalas dicela orang. Walaupun di sini bukan maksudnya mencela bapaknya sendiri secara langsung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ู„َุนَู†َ ุงู„ู„ู‡ُ ู…َู†ْ ุฐَุจَุญَ ู„ِุบَูŠْุฑِ ุงู„ู„ู‡ِ، ูˆَู„َุนَู†َ ุงู„ู„ู‡ُ ู…َู†ْ ุขูˆَู‰ ู…ُุญْุฏِุซًุง، ูˆَู„َุนَู†َ ุงู„ู„ู‡ُ ู…َู†ْ ู„َุนَู†َ ูˆَุงู„ِุฏَูŠْู‡ِ، ูˆَู„َุนَู†َ ุงู„ู„ู‡ُ ู…َู†ْ ุบَูŠَّุฑَ ุงู„ْู…َู†َุงุฑَ

“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang menyembunyikan (melindungi) penjahat, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, dan Allah melaknat orang yang memindah (menggeser) batas (patok) tanah.” (HR. Muslim no. 1978)


3. Menelantarkan dan berlaku kasar terhadap orangtua. 

            Jika orangtua kita sudah mulai lanjut usia, maka sudah saatnya tugas kita  berbakti, balaslah jasa mereka karena pintu surga ada pada orangtua dan kesempatan kita untuk berbakti terbuka lebar. Mereka telah merawat kita dari kecil dan sekarang giliran kita berbakti pada mereka, jangan telantarkan mereka sendirian tanpa ada yang menjaga, atau bahkan membawa mereka ke Panti Jompo karena takut akan menyusahkan kita. Jangan tunggu penyesalan datang ketika mereka sudah tiada.

            Sudah banyak kejadian yang sering kita dengar berupa kekerasan fisik yang dilakukan seorang anak terhadap ibu atau ayahnya, ada yang tega memukul, menendang bahkan menghabisi nyawa orangtua yang berujung di jeruji besi. Tidak sepantasnya orang yang selama ini merawat kita dari kecil namun ketika kita besar malah melakukan perbuatan sangat tidak terpuji pada orangtua, di mana hati nurani kita ? Hadits tentang seperti itu diriwayatkan Ibnu Majah berikut ini:

ุงِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠูˆุตูŠูƒู… ุจุฃู…َّู‡ุงุชِูƒُู… ุซู„ุงุซًุง، ุฅู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠูˆุตูŠูƒู… ุจุขุจุงุฆِูƒُู…، ุฅู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠูˆุตูŠูƒู… ุจุงู„ุฃู‚ุฑَุจِ ูุงู„ุฃู‚ุฑَุจِ

Artinya :"sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat" (HR. Ibnu Majah, shahih dengan syawahid-nya).

            Doa ibu sejati kepada anaknya tidak akan pernah putus. Seorang ibu sejati akan selalu setia mendoakan anaknya, dengan melakukan perbuatan dan akhlak yang baik akan  membuat seorang ibu bangga terhadap anaknya. Sehingga sudah seharusnya seorang anak berbakti kepada ibu dan ayahnya. 


4. Tidak patuh pada perintah orangtua

            Sering kita lihat atau bahkan ada yang sudah merasakan kejadian atau kesialan yang menimpa seorang anak yang tidak mau mendengar nasehat orangtuanya, kadang kesedihan orangtua atas perlakuan anak bisa menjadi bencana di masa hidupnya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« ุฑَุบِู…َ ุฃَู†ْูُู‡ُ ุซُู…َّ ุฑَุบِู…َ ุฃَู†ْูُู‡ُ ุซُู…َّ ุฑَุบِู…َ ุฃَู†ْูُู‡ُ ». ู‚ِูŠู„َ ู…َู†ْ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ู‚َุงู„َ « ู…َู†ْ ุฃَุฏْุฑَูƒَ ูˆَุงู„ِุฏَูŠْู‡ِ ุนِู†ْุฏَ ุงู„ْูƒِุจَุฑِ ุฃَุญَุฏَู‡ُู…َุง ุฃَูˆْ ูƒِู„َูŠْู‡ِู…َุง ุซُู…َّ ู„َู…ْ ูŠَุฏْุฎُู„ِ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ »

Artinya: “Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, "(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orangtuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)

            Contohnya saja anak yang tidak mendapat restu menikah dari orangtua namun tetap memaksakan diri, lama kelamaan rumah tangga mereka menjadi  berantakan atau malah bercerai karena tidak ada keberkahan, dan contoh lain ada juga anak yang diam-diam berpacaran, padahal sudah dilarang, tiba-tiba di jalan mendapat musibah kecelakaan. Kejadian tersebut juga merupakan bentuk kemarahan Allah dalam bentuk musibah dan teguran. 

            Jadi, jangan pernah sakiti orangtua kita, karena salah satu akibat yang akan kita dapat di dunia yaitu adzab berupa hidup sengsara, tak selesai sampai di situ, kelak di akhirat kita akan  mendapat siksa serta diharamkan masuk surga karena durhaka pada orangtua termasuk dosa besar. Berbaktilah kepada orang tua untuk memanjangkan umur dan menambah rezeki kita.


ุนَู†ْ ุฃَู†َุณِ ุจْู†ِ ู…َุงู„ِูƒٍ ،ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: «ู…َู†ْ ุฃَุญَุจَّ ุฃَู†ْ ูŠُู…َุฏَّ ู„َู‡ُ ูِูŠ ุนُู…ْุฑِู‡ِ، ูˆَุฃَู†ْ ูŠُุฒَุงุฏَ ู„َู‡ُ ูِูŠ ุฑِุฒْู‚ِู‡ِ، ูَู„ْูŠَุจَุฑَّ ูˆَุงู„ِุฏَูŠْู‡ِ، ูˆَู„ْูŠَุตِู„ْ ุฑَุญِู…َู‡ُ.

Artinya: “Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezkinya, maka hendaknya ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambug silaturrahim (kekerabatan).” (HR. Ahmad)


            Berbaktilah pada orangtua walau emas setinggi gunung pun takkan mampu membalas segala jasa mereka. Jika kita belum bisa membahagiakan orangtua, setidaknya jangan menyusahkan hidup mereka dengan perlakuan buruk kita !

21/09/2023

Hartamu Itu Hanyalah Titipan Allah




๐ŸŒป SPIRIT MBS AL HIKMAH CEPU (20.9) 2023๐ŸŒป

 Belanjakan hartamu pada saat kamu masih menguasainya (KH.A. Dahlan) 

 Islam sebagai Agama yang komprehensif tentu memiliki aturan untuk mengatur segala aspek kehidupan. Tidak hanya yang berbentuk Ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah saja, akan tetapi juga dalam hal-hal yang bersifat muamalah. Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap Harta? Konsep mengenai harta dan kepemilikan merupakan salah satu pokok bahasan yang sangat penting dalam Islam. 

 Harta atau dalam bahasa arab disebut al-maal secara bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Adapun pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia itu hanya relatif, yaitu sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Dalam Al-Qur’an hal ini sudah dijelaskan pada firman-Nya :

 ุงٰู…ِู†ُูˆุۡง ุจِุงู„ู„ّٰู‡ِ ูˆَุฑَุณُูˆูۡ„ِู‡ٖ ูˆَุงَู†ูۡِู‚ُูˆุۡง ู…ِู…َّุง ุฌَุนَู„َู€ูƒُู…ۡ ู…ُّุณุۡชَุฎูۡ„َูِูŠูۡ†َ ูِูŠูۡ‡ِ‌ؕ ูَุงู„َّุฐِูŠูۡ†َ ุงٰู…َู†ُูˆุۡง ู…ِู†ูۡƒُู…ۡ ูˆَุงَู†ูۡَู‚ُูˆุۡง ู„َู‡ُู…ۡ ุงَุฌุۡฑٌ ูƒَุจِูŠุۡฑٌ

 “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar.” (QS. al-Hadiid:7).

Dalam pandangan Islam status harta yang dimiliki manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain:

 Pertama, Harta itu sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Kita manusia hanyalah pemegang amanah karena memang kita tidak mampu mengadakan benda dari yang tiada menjadi ada. Mengutip pendapat Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT. Itulah sebabnya pada akhirnya ketika kita mati semua yang kita miliki akan kembali kepada-Nya. "Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda : "Yang mengikuti mayit sampai ke kubur itu ada tiga hal, yang dua akan kembali, dan yang satu tetap bersamanya dikubur. Yang mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang kembali adalah keluarganya dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya dikubur adalah amalnya" (HR. Bukhari dan Muslim) 

 Kedua, Harta sebagai perhiasan hidup. Hal ini memungkinkan manusia untuk menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Itulah sebabnya harta menjadi magnet yang luar biasa bagi manusia, sehingga manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta. Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14). 

 Ketiga, Harta sebagai bentuk ujian keimanan. Hal ini berkaitan dengan cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak. Allah SWT berfirman: “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. al-Anfaal: 28). 

 Oleh karena itu, yang miskin jangan bersedih dan jangan sesali diri hanya karena kekurangan harta. Sebaliknya yang kaya janganlah bangga dan jangan membusungkan dada hanya karena kelebihan harta. Ingat, harta itu hanya bentuk ujian keimanan kita. Derajat manusia di sisi Allah bukan dilihat dari banyaknya harta, anak dan pengikut. Akan tetapi dimuliakan manusia di sisi Allah hanya karena taqwanya. 

 Keempat, Harta itu sebagai bekal ibadah. Harta yang digunakan untuk melaksanakan perintah-Nya dan muamalah di antara sesama manusia, melalui zakat, infak dan sedekah. Allah SWT berfirman: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” (QS. At-Taubah:41). Serta “Dan bersegeralah kamu menuju kepada ampunan dari Tuhanmu dan juga kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133–134). 

 Lalu bagaimana proses kepemilikan harta harus diperoleh secara benar ? Harta dapat dimiliki melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits nabi yang mendorong umat Islam mencari nafkah secara halal. Misalnya dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (Al-Baqarah:267). 

 Dan juga hadits Nabi Saw.: “Sesungguhya Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka ia sama seperti mujahid di jalan Allah.” (HR Ahmad). 

 Oleh karena itu, kita dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya), melupakan shalat dan zakat, serta memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takaatsur: 1–2). 

 Harta yang diperoleh dengan susah payah lalu hanya ditumpuk dan disimpan saja serta tidak disedekahkan akan menjadi ular lalu memakan orang yang menumpuk hartanya itu. Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Sedekah, menerangkan hal tersebut merujuk pada kitab Shahih Bukhari disebutkan tentang hadits Rasulullah SAW.

 ูˆَู„َุง ุตَุงุญِุจِ ูƒَู†ْุฒٍ ู„َุง ูŠَูْุนَู„ُ ูِูŠู‡ِ ุญَู‚َّู‡ُ ุฅِู„َّุง ุฌَุงุกَ ูƒَู†ْุฒُู‡ُ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ุดُุฌَุงุนًุง ุฃَู‚ْุฑَุนَ ูŠَุชْุจَุนُู‡ُ ูَุงุชِุญًุง ูَุงู‡ُ ูَุฅِุฐَุง ุฃَุชَุงู‡ُ ูَุฑَّ ู…ِู†ْู‡ُ ูَูŠُู†َุงุฏِูŠู‡ِ ุฎُุฐْ ูƒَู†ْุฒَูƒَ ุงู„َّุฐِูŠ ุฎَุจَุฃْุชَู‡ُ ูَุฃَู†َุง ุนَู†ْู‡ُ ุบَู†ِูŠٌّ ูَุฅِุฐَุง ุฑَุฃَู‰ ุฃَู†ْ ู„َุง ุจُุฏَّ ู…ِู†ْู‡ُ ุณَู„َูƒَ ูŠَุฏَู‡ُ ูِูŠ ูِูŠู‡ِ ูَูŠَู‚ْุถَู…ُู‡َุง ู‚َุถْู…َ ุงู„ْูَุญْู„ِ

 “Tidaklah pemilik harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya, kecuali harta simpanannya akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqra’ yang akan mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya, “Ambillah harta simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.” Maka ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya sebagaimana binatang jantan memakan makanannya”. [HR Muslim no. 988] 

 Setelah itu, Rasulullah membaca surat Ali Imran ayat 180.

" ูˆَู„َุง ูŠَุญْุณَุจَู†َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَุจْุฎَู„ُูˆู†َ ุจِู…َุง ุขุชَุงู‡ُู…ُ ุงู„ู„َّู‡ُ ู…ِู†ْ ูَุถْู„ِู‡ِ ู‡ُูˆَ ุฎَูŠْุฑًุง ู„َู‡ُู…ْ ۖ ุจَู„ْ ู‡ُูˆَ ุดَุฑٌّ ู„َู‡ُู…ْ ۖ ุณَูŠُุทَูˆَّู‚ُูˆู†َ ู…َุง ุจَุฎِู„ُูˆุง ุจِู‡ِ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ۗ ูˆَู„ِู„َّู‡ِ ู…ِูŠุฑَุงุซُ ุงู„ุณَّู…َุงูˆَุงุชِ ูˆَุงู„ْุฃَุฑْุถِ ۗ ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุจِู…َุง ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุฎَุจِูŠุฑٌ 

 "Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu lebih baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah segala warisan yang ada dilangit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

 Marilah kita belanjakan harta pemberian Allah ini secara baik selagi kita masih nenguasainya. Jangan sampai timbul penyesalan yang panjang pada diri kita dengan mengatakan, "ya Allah, seandainya Engkau berikan kepada kami kesempatan hidup sekali lagi, pasti kami akan bersedekah dengan harta kami". Inilah bentuk penyesalan hidup yang tiada akan berakhir

18/09/2023

SPIRIT DAKWAH MBS CEPU

 ๐ŸŒป SPIRIT SMP MBS AL HIKMAH CEPU (Slmt sy) 19/09/2023๐ŸŒป


*Hati-hati Menggunakan Waktu*


*"Berhati-hatilah kamu sekalian dalam mempergunakan waktu selama hidupmu"* (KHA. Dahlan)


“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang menebasmu. Kalimat itu merupakan kutipan dari ucapan Imam Syafi’i Rahimahullah, Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan”. Kalimat tadi menunjukkan betapa pentingnya manusia mengelola waktu yang dimilikinya. Sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk diterapkan oleh diri ini atau mungkin oleh sebagian besar manusia adalah memanfaatkan waktu.  


Banyak sekali hal yang sudah kita rencanakan tetapi batal dilakukan hanya gara-gara kita tidak pandai memanfaatkan waktu. Padahal waktu tidak akan pernah kembali, waktu tidak pernah bisa diputar kembali. Membiarkan waktu terbuang sia-sia dengan anggapan esok masih ada waktu merupakan salah satu tanda tidak memahami pentingnya waktu.


Menurut KBBI, waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung, tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Ya, tidak kita atau siapapun dapat mendahului sang Maha Pengatur Waktu. Yang dapat kita perbuat hanyalah menjadikan hadiah Tuhan ini bermanfaat. Jika tidak untuk orang lain, setidaknya bermanfaat bagi diri kita sendiri.


Waktu merupakan anugerah Allah Swt dan kita manusia tidak akan pernah bisa mengaturnya. Yang bisa kita lakukan terhadap waktu adalah memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Sebab, waktu yang hilang tidak mungkin dapat terulang kembali. Jika kesempatan sudah terlewat walau hanya sedetik, niscaya penyesalan yang akan datang kemudian. Meski jelas bahwa Allah lah yang mengatur waktu, menciptakan siang dan malam, tetapi ada kalanya manusia mengeluh dengan waktu yang dilewatinya. Misalnya, ada yang berkata, "Hari ini sungguh sial bagi saya." Atau, "Hari ini tidak seperti hari kemarin, kok jadi gini nasib saya." Sebab, dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah saw bersabda, 


ู‚َุงู„َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ูŠُุคْุฐِูŠู†ِู‰ ุงุจْู†ُ ุขุฏَู…َ ูŠَู‚ُูˆู„ُ ูŠَุง ุฎَูŠْุจَุฉَ ุงู„ุฏَّู‡ْุฑِ. ูَู„ุงَ ูŠَู‚ُูˆู„َู†َّ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูŠَุง ุฎَูŠْุจَุฉَ ุงู„ุฏَّู‡ْุฑِ. ูَุฅِู†ِّู‰ ุฃَู†َุง ุงู„ุฏَّู‡ْุฑُ ุฃُู‚َู„ِّุจُ ู„َูŠْู„َู‡ُ ูˆَู†َู‡َุงุฑَู‡ُ ูَุฅِุฐَุง ุดِุฆْุชُ ู‚َุจَุถْุชُู‡ُู…َุง


”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, ’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan ’Ya khoybah dahr’ [ungkapan mencela waktu,]. Janganlah seseorang di antara kalian mengatakan ’Ya khoybah dahr’ (dalam rangka mencela waktu). Karena Aku adalah (pengatur) waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan siang. Jika suka, Aku akan menggenggam keduanya.” (HR. Muslim no. 6001)


Sementara itu Imam Syafii pernah mengatakan pendapatnya tentang waktu, "Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita sendiri. Dan zaman kita tidaklah memiliki aib atau celaan kecuali kita sendiri." Maksud dari riwayat-riwayat di atas adalah bahwa sejatinya waktu tidak pernah berubah, pasti ada siang dan ada malam. Hanya saja, perubahan yang terjadi misalnya tahun 2023 ini berbeda dengan tahun 2022 lalu adalah karena adanya perubahan yang ada pada diri setiap manusia. Ada yang di tahun sebelumnya belum menikah, lalu di tahun sekarang sudah menikah, maka tahun yang dilalui pasti akan berbeda karena peran seseorang itu, bukan karena tahunnya.


Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sebaiknya kita tidak perlu mencela dan mengeluh akan waktu, tetapi justru memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang lebih baik lagi. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari besok harus lebih baik dari hari ini.


Penting untuk diketahui bagaimana 'waktu' menurut al-Qur'an bahwa waktu terus berputar dan berlalu tanpa pernah kembali. Dengan demikian, waktu mempunyai tabiat sebagai berikut: 


*1. Waktu Cepat Berlalu*. Sekilas ungkapan di atas sangat sederhana akan tetapi faktanya banyak orang mengetahui akan tetapi tidak mewaspadainya. Jika seseorang mencoba merenungi tentang waktu yang sudah terlewati, maka waktu sangat cepat berlalu, terkadang tidak disadari bahwa usia seseorang terus bertambah dua puluh tahun, tiga puluh tahun, empat puluh tahun, lima puluh tahun dan seterusnya. 

Dengan demikian, al-Qur’an menegaskan hal tersebut ketika ia menggambarkan di antara fenomena hari kebangkitan nanti. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Nazi’at 79: 46: 


ูƒَุงَู†َّู‡ُู…ۡ ูŠَูˆูۡ…َ ูŠَุฑَูˆูۡ†َู‡َุง ู„َู…ۡ ูŠَู„ุۡจَุซُูˆุۡۤง ุงِู„َّุง ุนَุดِูŠَّุฉً ุงَูˆۡ ุถُุญٰูฎู‡َุง


Artinya: Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. 


Al-Samarqandiy ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan bahwa orang-orang yang kufur kepada Allah swt. merasa bahwa hidup di dunia cuma sekitar setengah hari, baik di sore hari atau pagi hari.

Beda halnya dengan Abu Hayyan yang mengatakan bahwa ‘asyiyyah adalah satu hari sedangkan duha adalah setengah hari. Menurutnya orang-orang kafir merasa hidup di dunia paling lama adalah sehari bahkan terasa cuma setengah hari.

Senada dengan Abu Hayyan, Ibn Kasir berpendapat bahwa ungkapan tersebut akan keluar jika mereka dibangkitkan dari alam kubur dan digiring ke padang mahsyar, mereka kemudian menganggap masa kehidupan dunia sangat singkat, seakan-akan masanya hanya sehari atau setengah hari 


Ayat di atas kemudian diperkuat oleh ayat lain terkait dengan waktu yang sangat singkat dalam kehidupan dunia ini sebagaimana dalam Q.S. Yunus 10: 45. 


ูˆَูŠَูˆูۡ…َ ูŠَุญุۡดُุฑُู‡ُู…ۡ ูƒَุงَู†ۡ ู„َّู…ۡ ูŠَู„ุۡจَุซُูˆุۡۤง ุงِู„َّุง ุณَุงุนَุฉً ู…ِّู†َ ุงู„ู†َّู‡َุงุฑِ ูŠَุชَุนَุงุฑَูُูˆูۡ†َ ุจَูŠูۡ†َู‡ُู…ۡ‌ؕ ู‚َุฏۡ ุฎَุณِุฑَ ุงู„َّุฐِูŠูۡ†َ ูƒَุฐَّุจُูˆุۡง ุจِู„ِู‚َุงุٓกِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ูˆَู…َุง ูƒَุงู†ُูˆุۡง ู…ُู‡ุۡชَุฏِูŠูۡ†َ


Artinya: Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (pada waktu) mereka saling berkenalan. Sungguh rugi orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.


*2. Waktu Tidak Akan Kembali*. Waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Setiap tahun yang telah berlalu, bulan yang lalu, pekan yang lalu, bahkan menit yang lalu, tidak mungkin bisa dikembalikan sekarang. Inilah yang pernah disampaikan olah al-Hasan al-Basriy: “Tidak ada satu haripun yang menampakkan fajarnya kecuali ia akan menyeru “Wahai anak Adam, aku adalah harimu yang baru, yang akan menjadi saksi atas amalmu, maka carilah bekal dariku, karena jika aku telah berlalu aku tidak akan kembali lagi hingga Hari Kiamat.” 


*3. Aset Yang Berharga* Tabiat waktu di antaranya adalah waktu merupakan aset paling berharga. Ketika waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kembali dan tidak bisa tergantikan, maka waktu adalah aset yang paling mahal bagi manusia. Siapa tak kenal pepatah, “Time is Money.” ? Sedemikian berharganya sang waktu, sehingga bila kita tidak memanfaatkannya dengan baik, maka sama saja dengan membuang uang. Dan mahalnya nilai sebuah waktu lantaran ia adalah wadah bagi setiap amal dan produktivitas. Waktu adalah modal utama bagi individu maupun masyarakat. Al-Hasan al-Basriy pernah berkata: “Saya melihat ada segolongan manusia yang memberikan perhatian kepada waktu lebih daripada perhatian kalian terhadap dirham dan dinar”. Waktu tidak bisa dihargai dengan uang, seperti kata pepatah. Karena waktu lebih berharga dari uang, lebih berharga dari emas, harta dan kekayaan. Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Karena kehidupan bagi seseorang adalah waktu dan detik-detik yang dijalaninya mulai ia lahir hingga wafat kemudian. Dalam sebuah hadits disebutkan tentang pemanfaatan waktu.


ุนู† ุฌุงุจุฑ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ -ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู…ุง- ู‚ุงู„: ุฎุทุจู†ุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ูู‚ุงู„: «ูŠุง ุฃูŠู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ุชูˆุจูˆุง ุฅู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ู‚ุจู„ ุฃู† ุชู…ูˆุชูˆุง، ูˆุจุงุฏِุฑูˆุง ุจุงู„ุฃุนู…ุงู„ ุงู„ุตุงู„ุญุฉ ู‚ุจู„ ุฃู† ุชُุดْุบَู„ูˆุง، ูˆุตِู„ُูˆุง ุงู„ุฐูŠ ุจูŠู†ูƒู… ูˆุจูŠู† ุฑุจูƒู… ุจูƒุซุฑุฉ ุฐِูƒุฑูƒู… ู„ู‡، ูˆูƒุซุฑุฉ ุงู„ุตุฏู‚ุฉ ููŠ ุงู„ุณุฑ ูˆุงู„ุนู„ุงู†ูŠุฉ، ุชُุฑْุฒู‚ูˆุง ูˆุชُู†ْุตุฑูˆุง ูˆุชُุฌْุจَุฑูˆุง،.... 

ูˆุงุนู„ู…ูˆุง ุฃู† ุงู„ู„ู‡ ู‚ุฏ ุงูุชุฑุถ ุนู„ูŠูƒู… ุงู„ุฌู…ุนุฉ ููŠ ู…ู‚ุงู…ูŠ ู‡ุฐุง، ููŠ ูŠูˆู…ูŠ ู‡ุฐุง، ููŠ ุดู‡ุฑูŠ ู‡ุฐุง، ู…ู† ุนุงู…ูŠ ู‡ุฐุง ุฅู„ู‰ ูŠูˆู… ุงู„ู‚ูŠุงู…ุฉ، ูู…ู† ุชุฑูƒู‡ุง ููŠ ุญูŠุงุชูŠ ุฃูˆ ุจุนุฏูŠ، ูˆู„ู‡ ุฅู…ุงู… ุนุงุฏู„ ุฃูˆ ุฌุงุฆِุฑ، ุงุณุชِุฎْูุงูุง ุจู‡ุง، ุฃูˆ ุฌُุญُูˆุฏุง ู„ู‡ุง، ูู„ุง ุฌู…ุน ุงู„ู„ู‡ ู„ู‡ ุดَู…ْู„ู‡، ูˆู„ุง ุจุงุฑูƒ ู„ู‡ ููŠ ุฃู…ุฑู‡، ุฃู„َุง ูˆู„ุง ุตู„ุงุฉ ู„ู‡، ูˆู„ุง ุฒูƒุงุฉ ู„ู‡، ูˆู„ุง ุญุฌ ู„ู‡، ูˆู„ุง ุตูˆู… ู„ู‡، ูˆู„ุง ุจِุฑَّ ู„ู‡ ุญุชู‰ ูŠุชูˆุจ، ูู…ู† ุชุงุจ ุชุงุจ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡، ุฃู„ุง ู„ุง ุชُุคู…َّู† ุงู…ุฑุฃุฉ ุฑุฌู„ุง، ูˆู„ุง ูŠَุคُู… ุฃุนุฑุงุจูŠ ู…ُู‡ุงุฌุฑุง، ูˆู„ุง ูŠุคู… ูุงุฌุฑ ู…ุคู…ู†ุง، ุฅู„ุง ุฃู† ูŠَู‚ْู‡ุฑู‡ ุจุณู„ุทุงู†، ูŠุฎุงู ุณูŠูู‡ ูˆุณَูˆْุทู‡»

.

Jฤbir bin Abdillah -raแธiyallฤhu 'anhumฤ- memberitahukan bahwa Rasulullah -แนฃallallฤhu 'alaihi wa sallam- pernah berkhotbah di hadapan mereka, beliau bersabda, "Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian meninggal, bersegeralah untuk melakukan amal saleh sebelum kalian disibukkan dengan sakit, usia lanjut atau yang lainnya. Sambunglah antara kalian dan Rabb kalian dengan memperbanyak berzikir, banyak bersedekah secara sembunyi atau terang-terangan, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki yang luas, menolong kalian terhadap musuh-musuh kalian serta memperbaiki seluruh kondisi kalian....

Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian shalat Jumat di tempat berdiriku ini, di hariku ini, di bulanku ini dari tahunku ini hingga hari kiamat. Barangsiapa meninggalkannya di waktu hidupku atau setelahku, dan dia memiliki imam yang adil atau zalim, karena meremehkan atau mengingkari kewajibannya, maka Allah tidak akan menyatukan urusannya yang tercerai-berai dan usahanya tidak akan diberkahi. Tidak ada shalat, tidak ada zakat, tidak ada haji, tidak ada puasa, dan tidak ada amal kebaikan baginya hingga ia bertobat. Maka barangsiapa bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Kemudian beliau melarang seorang perempuan untuk mengimami laki-laki, atau orang badui mengimami seorang muhajir, karena dari karakter orang badui adalah tidak berilmu dan karakter seorang muhajir adalah berilmu, dan melarang orang fasik untuk mengimami orang Mukmin, kecuali jika ia memaksanya dengan kekuasaan yang ia khawatir akan keselamatan dirinya. (HR. Ibnu Majah)